Tuesday, 27 September 2016

Guru mengaji teladan tidak pernah merokok di depan murid, bercermin kepada Jepang?

Foto Bangsaonline
Lombok Utara, NU Online Ketika memasuki halaman Pesantren Nurul Bayan Kabupaten Lombok Utara (KLU), kita akan dikejutkan sebuah tulisan berbahasa Jepang, “Arigatoo Gozaimasu.” Kata-kata yang tertulis di dinding sebuah bangunan mirip posko ini rupanya menyimpan kenangan TGH Abdul Karim Ghafur, sang pemimpin pesantren. Bagaimana Kiai Karim memaknai ungkapan tersebut?


Tentang tulisan arigatoo gozaimasu yang ditulis besar di posko yang berdiri tegak di pinggir lapangan pesantren, Kiai Karim memiliki alasan tersendiri. Pertama, bangsa kita harus mengambil semangat Jepang. Bangsa Jepang merupakan tipikal orang yang cepat dan pandai berterima kasih. Dalam setiap kesempatan, mereka sering bilang, gozaimas ta, kepada orang lain.Selengkapnya baca NUonline

Pemilih Cerdas Pilkada (serentak) 15 Februari 2017

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo minta Pemda bantu KPU /Liputan6

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Dinamika politik di berbagai daerah kembali mengencang menjelang pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak 15 Februari 2017.

Masa pendaftaran calon kepala daerah telah berlangsung 21-23 September 2016 sedangkan masa pendaftaran bagi calon perseorangan atau jalur independen telah berlangsung pekan pertama Agustus lalu. Setelah masa pendaftaran ditutup, maka dilanjutkan dengan tes kesehatan masing-masing calon pada 24-25 September 2016, dan verifikasi calon hingga 9 Oktober 2016.

Penetapan calon yang telah memenuhi seluruh persyaratan, akan diumumkan pada 22 Oktober 2016.

Terdapat 101 daerah menggelar Pilkada 2017 yakni di tujuh provinsi untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, 76 kabupaten untuk memilih bupati dan wakil bupati, serta 18 kota untuk memilih wali kota dan wakil wali kota. Baca selengkapnya Netralnews

PKS Tolong Jangan Abaikan UKL/UPL

PKS PTPN V/alascadiela

(RIAUPOS.CO) - Dengan beroperasinya 43 pabrik kelapa sawit (PKS) yang tersebar di sejumlah kecamatan di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), perusahaan dituntut untuk mentaati dan melaksanakan dokumen Upaya Pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan ( UPL) dan amdal yang disusun dan telah disahkan oleh Pemkab Rohul.

Karena dokumen lingkungan hidup itu, merupakan instrumen preventif terhadap pelaksanaan kegiatan usaha PKS itu sendiri. Bila itu dilaksanakan sesuai dengan komitmen perusahaan, maka dari aktivitas usaha PKS itu, akan terhindar dari pencemaran lingkungan hidup. Pernyataan tersebut ditegaskan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Rohul Drs Hen Irfan MSi, Rabu (21/9), terkait masih ada terjadi pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah cair oleh sejumlah PKS di Rohul. Laporan selengkapnya RiauPos

Tidak akan Ada Lagi Tanaman Sawit di Aceh Utara. Benarkah?

H. Muhammad Thaib. Bupati Aceh Utara/ Acehbaru
Pemerintah Aceh Utara mengajak masyarakat untuk tidak lagi menanam atau membuka perkebunan kelapa sawit. Masyarakat diimbau beralih ke tanaman lain seperti kakao, lada, karet, dan jenis lainnya.

Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib saat menghadiri silaturrahmi lintas tokoh se-Aceh Utara yang digagas LSM Bina Rakyat Sejahtera (BYTRA), 30 Juni 2016 mengatakan, Pemerintah Aceh Utara sangat mendukung moratorium kelapa sawit. Bahkan, di Aceh Utara sudah tidak boleh lagi pembukaan lahan untuk kebun sawit.

“Moratorium tersebut, tidak akan menghilangkan atau menghapus yang sudah ada, hanya menghentikan perluasan kebun atau kebun sawit tidak boleh dibuka lagi.”

Bupati yang kerap disapa Cek Mad itu mengatakan, untuk mendukung moratorium kelapa sawit, Pemerintah Aceh Utara tidak lagi menganggarkan biaya pengadaan benih sawit. “Alokasi anggaran difokuskan untuk bibit tanaman produktif lain seperti lada, kakao, dan karet.”

Cek Mad menjelaskan, Pemerintah Aceh Utara bersama elemen sipil tengah menyusun moratorium sawit, hal ini sesuai instruksi pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Aceh. ”Aceh Utara ke depan adalah kawasan pertanian. Era Migas yang sempat membuat nama Aceh Utara populer sebagai salah satu kabupaten penghasil devisa terbesar, hanya kenangan,” paparnya. Laporan selengkapnya baca di Mongabay Indonesia

Sunday, 18 September 2016

ICCE of Aceh, 16 Hari Gelar Budaya Aceh di Australia

Foto Heraldsuncomau
BANDA ACEH - Pertemuan Ilmiah Internasional serta Gelar Budaya Aceh 2016 (International Conference and Cultural Event of Aceh 2016), dilaksanakan di Melbourne, Australia, 14 sampai 29 September 2016.

Ketua panitia, Ari Pahlawi, mengatakan, program ICCE of Aceh 2016 merupakan lanjutan dari ICCE of Aceh 2008 di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.

“Kali ini kita menggelar rangkaian kegiatan yang terdiri dari Pameran Karya Seni Rupa Kontemporer, Karya Pelukis Aceh, Mahdi Abdullah, bertemakan: Trans Memorabilia,” kata Ari Palawi, 15 September 2016.

Acara lainnya, kata Ari, Kegiatan Terbuka: Festival Gampong Aceh: “Aceh: the Color of Indonesian Diversity”.

Film Dokumenter di ICCE of Aceh 2016, Ari Pahlawi: Moga Indonesia Tercerahkan

dok Lakilakibaru co id
BANDA ACEH - Pertemuan Ilmiah Internasional serta Gelar Budaya Aceh 2016 (International Conference and Cultural Event (ICCE) of Aceh 2016), dilaksanakan di Melbourne, Australia, 14 sampai 29 September 2016.

Setelah pembukaaan Pameran “Transmemorabilia: the World of Mahdi Abdulah” (14/9), pada hari ketiga (16/9), kegiatan ICCE of Aceh 2016 berlanjut dengan agenda Aceh Documentary Film Festival (ADFF): “Aceh and the Acehnese”, yang berlangsung persis di seberang lorong Galeri dari pameran karya lukis Mahdi Abdullah.

Sumber di Melbourne menyebutkan, ada 3 rangkaian film yang ditayangkan, terdiri dari: “Dalae” [Singing of the Prayers], “Inong Silat” [Silat Girl] serta “Pelangi di Tepian Samudra” [Rainbow on the Edge of the Ocean]. Ketiga film tersebut merupakan hasil kerja kreatif anak-anak muda Aceh yang terhimpun dalam Aceh Documentary Foundation, berikut 7 film lainnya yang juga akan ditayangkan sebagai bagian dari agenda ADFF, ICCE of Aceh 2016.

Pameran Lukisan Mahdi Abdullah di ICCE of Aceh di Australia

Mahdi Abdullah | foto.grahabudayaindonesiainfo
BANDA ACEH - Karya seni rupa kontemporer, karya pelukis asal Aceh Mahdi Abdullah, bertemakan: Trans Memorabilia, dipamerkan dalam rangkaian Pertemuan Ilmiah Internasional serta Gelar Budaya Aceh 2016 (International Conference and Cultural Event of Aceh 2016), di Melbourne, Australia, 14 sampai 29 September 2016.

Pameran ini merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian ICCE (International Conference and Cultural Event) of Aceh 2016 di MADA Gallery, Monash University Caufield.

Ketua panitia, Ari Pahlawi, mengatakan, Mahdi Abdullah adalah pelukis kelahiran Aceh yang kini menetap di Yogyakarta. Mahdi termasuk salah seorang pelukis nasional Indonesia yang andil dalam mempromosikan keberagaman kebudayaan nasional Indonesia melalui karya-karyanya yang telah dipamerkan di berbagai kota besar di dunia. Di antarannya, Jerman, Vietnam, Jepang, termasuk sejumlah kota di Indonesia.

"Karya-karya Mahdi Abdullah banyak merepresentasikan bagaimana realitas kehidupan sosial dan kebudayaan di Aceh baik dalam perspektif sejarah, pengalaman sebelum dan sesudah konflik di Aceh, hingga setelah terjadinya bencana tsunami di Aceh," kata Ari Pahlawi dari Melbourne.

Ari Palawi mengatakan, program ICCE of Aceh 2016 merupakan lanjutan dari ICCE of Aceh 2008 di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.

Selain memamerkan karya Mahdi Abdullah, kata dia, ICCE of Aceh 2016 diisi Kegiatan Terbuka: Festival Gampong Aceh: “Aceh: the Color of Indonesian Diversity”,” kata Ari Pahlawi, 15 September 2016.

First global call for proposals: Learn from innovation :Voice 2016


 
 Sumber: Youtube/Vimeo



Call for proposals

INNOVATE AND LEARN GRANTS

First global call for proposals: Learn from innovation 
Maximum duration: 12 months
Maximum amount: Euro 200,000
Deadline: October 15, 2016

Her Excellency, Lilianne Ploumen, Minister for Foreign Trade and Development Cooperation for the Netherlands launched Voice and its first global call for grant applications on September 1, 2016.

The first call for proposals is designed to help Voice, its potential grantees and wider community of stakeholders to learn from innovation. There exist many new, interesting and effective methods and approaches for supporting the Voice target group(s) in participating in their own governance and improving access to resources and services. For example, people who belong to more than one of the five target groups are more vulnerable to discrimination and therefore an emphasis on learning from programmes to address this phenomenon is encouraged.

Voice hopes to capture and stimulate learning of these methods so as to develop an evidence-base for future programming at national and global level.

Voice is a new innovative grant facility that supports the most marginalised and discriminated people in ten low- and lower-middle income countries in Africa and Asia. It aims to amplify and connect thus far unheard voices in efforts to leave no one behind.


Keterangan selengkapnya lihat disini

Saturday, 17 September 2016

Televisi Kampus: Pencerah tanpa Regulasi (Studi Indonesia)




Sumber: Youtube

Media kampus, termasuk televisi kampus, diidentikan bagian dari media komunitas dengan jangkauan terbatas. Tapi perkembangan teknologi dan dunia internet, sudah selayaknya pemahaman dan regulasi tentang media komunitas itu ditinjau kembali. Karena platform internet, membuat jangkauan media kampus meluas dan mempunyai peluang sama dengan media massa mainstream.

Bahkan televisi kampus berpeluang menjadi tv alternatif bagi masyarakat, saat kondisi dunia penyiaran mainstream saat ini dikuasai segelintir orang. Melihat peluang itu AJI Indonesia mendukung penyelenggaraan TELEVISIONAIR yang diselenggarakan UMN TV, televisi kampus Universitas Multimedia Nusantara.

“Televisi kampus tidak hanya membantu meningkatkan kapasitas generasi muda di industri media tapi diharapka juga mampu memasok informasi yang bermutu dan beragam bagi masyarakat,” kata Suwarjono, Ketua AJI Indonesia saat pembukaan acara bertema “Peran TV Komunitas Kampus dalam Demokratisasi Penyiaran” yang digelar di Kampus UMN Serpong, 31 Maret-1 April 2016.

Ia mengatakan umumnya TV Kampus menjadi laboratorium para mahasiswa Ilmu Komunikasi untuk mempraktekkan ilmunya. Namum, lembaga pendidikan tinggi juga memiliki Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang salah satunya pengabdian masyarakat. “Kekosongan tayangan lokal dan bermutu dapat diisi oleh TV Kampus ataupun TV Komunitas,” kata Suwarjono menambahkan.

Acara yang dikemas dalam bentuk diskusi dan workshop ini diikuti pers mahasiswa yang bergiat di televisi kampus seperti Five TV (Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta , TV UI (Universitas Indonesia, Budi Luhur TV (Universitas Budi Luhur), DnK TV (Universitas Islam Negeri Jakarta), Sigma TV (Universitas Negeri Jakarta), dan PNJ TV (Politeknik Negeri Jakarta). Selain TV UI yang mampu melakukan siaran terrestrial di 52 UHF, mayoritas TV kampus ini menyiarkan hasil kreatitasnya melalui channel Youtube.

Sementara itu Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatikan Hendri Subiakto mengatakan TV kampus pasca perkembangan dunia internet (streaming) bisa dianggap sebagai TV global bukan lagi TV komunitas. Hanya saja ia menjelaskan TV kampus yang telah melakukan siaran secara streaming belum memiliki payung hukum. “Pemerintah belum mengatur dan TV kampus streaming belum menjadi bagian dari UU Penyiaran,” katanya.

Meski belum diatur dalam UU Penyiaran, Bayu Wardhana (Pengurus AJI Indonesia Bidang Penyiaran) mendorong agar aktivis TV kampus berorganisasi saling menguatkan kapasitas, dan mendorong aturan yang lebih strategis bagi TV kampus.

Pembicara yang hadir dalam workshop-workshop yang diselenggarakan dalam rangkaian kegiatan ini diantaranya Yophiandi (News Producer Kompas TV), Dhandy S. Laksono (Wacthdoc/ Indonesian Documentary Maker) dan Prabu Revolusi (TV Presenter CNN Televisi Indonesia). ***

Jadilah pendekar anak dan bantu jutaan anak Indonesia


Sumber: Youtube


Ketidaksetaraan Hidup Anak Indonesia;

Christina, adalah seorang anak dari desa pedalaman di Paumako Papua yang sangat senang bersekolah. Bercita-cita ingin menjadi suster, semangat belajarnya sangat tinggi, namun sayang sering kali gurunya tidak dapat hadir di sekolah.

Selain Hak untuk Pendidikannya yang tidak terpenuhi dengan baik. Christina juga masih harus membantu ayahnya memancing untuk kebutuhan makan malam di rumah, itu ia lakukan tanpa makan siang sebelumnya, di pagi hari pun ia hanya sarapan air gula.

Kehidupan yang dialami Christina tidak hanya terjadi di Desa Paumako, masih ada 6,9 Juta anak usia 7-18 tahun yang tidak bersekolah. 1 dari 3 Anak Indonesia pun masih mengalami stunted (Menderita kurang gizi kronis).

UNICEF telah berupaya mendukung program-program yang dilakukan pemerintah untuk menolong anak-anak seperti Christina dari ancaman putus sekolah, kekurangan gizi, dan permasalahan anak lainnya. Upaya tersebut pun tidak mungkin dapat terus berjalan tanpa dukungan dan kontribusi dari berbagai pihak termasuk anda.

Melalui donasi online yang anda berikan, pastinya Christina dan banyak Anak Indonesia dapat terhindar dari ancaman putus sekolah dan kekurangan gizi. Donasi anda dapat mengubah hidup mereka.

Ayo ikut berkontribusi untuk Anak Indonesia! Donasikan kebaikanmu sekarang!

Workshop Digital Security on Children



Tayang pada: 22 Aug 2016 18:46 pm oleh: Putri Adenia, dibaca 647 kali.


Aliansi Jurnalis Independen(AJI) Indonesia dan United Nations Children Emergency Fund (UNICEF) mengundang Anda, jurnalis Indonesia, untuk mengikuti workshop “Digital Security on Children.

#workshop jurnalis #UNICEF #AJI

Call for Proposal
Workshop Digital Security on Children


Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan United Nations Children Emergency Fund (UNICEF) mengundang Anda, jurnalis Indonesia, untuk mengikuti workshop “Digital Security on Children.” Workshop ini akan membantu Anda untuk memahami, apa dan bagaimana kejahatan dunia maya, kejahatan apa saja yang mengincar keselamatan anak-anak, dan bagaimana melindungi anak-anak dari kejahatan internet.

Kegiatan ini adalah bagian dari Kampanye Perlindungan Anak, khususnya dalam dunia maya, yang menjadi concern UNICEF sebagai lembaga yang bergerak dalam perlindungan hak-hak anak, dan concern Bidang Perempuan, Anak, dan Kelompok Marginal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.


Mengapa Workshop Ini Penting?
Workshop ini akan membantu Anda untuk mengenal lebih jauh apa dan bagaimana Digital Security on Children. Workshop ini akan mengajak Anda dan media untuk berperan aktif membangun kesadaran dan pengertian pada publik tentang pentingnya melindungi anak-anak dari kejahatan dunia maya dan mengenalkan internet yang sehat untuk anak. Melalui workshop ini, jurnalis diharapkan bisa memiliki pemahaman tentang:
1. Apa itu keamanan digital bagi anak-anak?
2. Mengapa pemahaman ini penting bagi para jurnalis?
3. Bagaimana peran jurnalis untuk membantu menjaga dan melindungi anak-anak dari kejahatan internet?
4. Apa saja yang bisa dilakukan seorang jurnalis untuk berperan aktif membantu kampanye perlindungan anak?

Melalui kegiatan ini, jurnalis juga dapat bertemu dan berdiskusi dengan pakar-pakar dunia digital dan mereka yang peduli pada hal perlindungan anak.

Di akhir workshop, peserta akan dipandu membuat usulan liputan (outline) tentang "Digital Security on Children". Usulan tersebut akan mendapatkan dukungan biaya operasional liputan maksimal sebesar Rp 2.000.000,- serta mentor pendamping dalam proses implementasinya.


Di mana dan kapan workshop Ini akan diadakan?
Workshop ini akan diadakan pada:

Hari danTanggal : 23 – 25 September 2016
Lokasi : Bogor, Jawa Barat



Bagaimana cara menjadi peserta kegiatan ini?
Jurnalis dar iberbagai platform media (cetak/online, televisi, dan radio) dengan pengalaman kerja minimum 2 tahun. Mengisi dan mengirimkan formulir lamaran, CV, dan surat rekomendasi dari editor untuk mengikuti kegiatan ini, yang telah kami sediakan dan dapat diunduh dii www.aji.or.id.



DOWNLOAD FORMULIR PENDAFTARAN



Lamaran dikirimkan ke AJI Indonesia melalui email: beasiswa.aji@gmail.com, dengan subjek:

Digital Security on Children. Selambat-lambatnya tanggal 15 September 2016

Panitia akan melakukan seleksi terhadap semua lamaran yang masuk berdasarkan kelengkapan persyaratan pendaftaran, referensikarya, usulan liputan yang disampaikan. Sebanyak 20 jurnalis akan dipilih oleh panitia untuk mengikuti program beasiswa ini. Setiap pelamar akan menerima pemberitahuan mengenai terpilih atau tidaknya sebagai peserta via email tanggal 16 September 2016.



Apa yang dibiayai oleh beasiswa?

Biaya belajar selama tiga hari termasuk material pendukung, akomodasi dan makan selama workshop berlangsung, transportasi dari kota asal ke tempat workshop dan sebaliknya, serta biaya operasional liputan maksimal Rp 2,000,000,-

Jika rekan-rekan membutuhkan informasi lebih jelas terkait topik ataupun informasilainnya, silakan mengirim email ke: beasiswa.aji@gmail.com



Jika rekan-rekan membutuhkan informasi lebih jelas terkait topik atau pun informasi lainnya, silakan mengirim email ke: beasiswa.aji@gmail.com,

WA Endah Lismatini: +62 896-1502-5324, Putri: +62 857-7487-8066




Sumber: https://aji.or.id/read/training/552/workshop-digital-security-on-children.html

PRT, Perbudakan Modern dan Negara?

Peringatan Hari PRT Internasional ke-4

16 Juni adalah hari bersejarah untuk penegakan martabat manusia, dimana pada tanggal tersebut telah diakuinya standar-standar internasional yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi kerja jutaan pekerja rumah tangga di dunia. International Labor Conference (ILC) yang ke-100 di Jenewa pada 1-17 Juni 2011 telah mengadopsi Konvensi mengenai Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga. Didukung oleh 396 suara, 16 suara menentang, 63 suara abstain dan disertai Rekomendasi dengan 434 suara mendukung, 8 suara menentang, dan 42 suara abstain. Indonesia adalah salah satu negara yang mendukung pengadopsian konvensi ILO 189. Bahkan, Presiden Republik Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono hadir dan memberikan pidato dalam sesi High Level Plenary dengan sikap politik mendukung implementasi Konvensi ILO 189 dan akan mengambil langkah-langkah institusional, administratif, dan hukum untuk meningkatkan perlindungan bagi pekerja rumah tangga Indonesia.

Standar ILO menetapkan bahwa pekerja rumah tangga di seluruh dunia harus memiliki hak-hak pekerja dasar yang tersedia bagi pekerja lain, termasuk jam kerja wajar, waktu istirahat setiap minggu setidaknya 24 jam, pembatasan bayaran dalam bentuk barang, informasi yang jelas mengenai syarat dan kondisi kerja, serta penghargaan terhadap prinsip-prinsip dan hak-hak mendasarh di tempas kerja termasuk kebebasan berserikat dan hak atas perlindungan bersama. Hingga saat ini, tanggal 16 Juni diperingati sebagai hari Pekerja Rumah Tangga Internasional sedunia. Peringatan ini telah berlangsung untuk yang keempat kalinya semenjak diresmikan pada tahun 2011.

Penuhi hak-hak PRT dan Hentikan Perbudakan Modern

Jumlah PRT di Indonesia, berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2008, jumlah PRT hampir mendekati 2 juta orang, 12% diantaranya merupakan PRT anak dan 90% adalah perempuan. Sementara berdasarkan Rapid Assesment yang dilakukan oleh JALA PRT (2010), jumlah PRT diperkirakan mencapai 16.117.331 orang.

Tidak adanya sistem perlindungan nasional terhadap Pekerja Rumah Tangga menyebabkan PRT berada pada kondisi rentan terhadap berbagai macam pelanggaran. Data Jaringan Advokasi Nasional Kerja Layak PRT (JALA PRT), dimana LBH Jakarta merupakan salah satu anggotanya, telah terjadi 408 kasus kekerasan terhadap PRT sepanjang tahun 2014. Dari jumlah tersebut, 90% adalah multi kasus yang terdiri dari kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan perdagangan manusia, dengan pelaku majikan dan juga agen penyalur. Dari kasus-kasus tersebut, 85% proses hukum berhenti di kepolisian. Penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Impunitas terhadap majikan disokong dan diperkuat oleh aparat penegak hukum yang minim perspektif Hak Asasi Manusia serta hak-hak PRT dalam penanganan kasus. PRT dianggap sebagai warga negara kelas dua, tidak setara dan sederajat dengan majikan (baca: pemberi kerja).

Penyebab paling fundamental dehumanisasi bagi para PRT dan gagalnya jalur hukum sebagai alat pemenuhan keadilan bagi PRT yang diperlakukan sewenang-wenang ialah kekeliruan paradigma Negara serta masyarakat dalam memandang PRT. PRT dianggap sebagai “pembantu” yang tidak setara dengan manusia lainnya sehingga dianggap dapat dikurangi hak-haknya (dehumanisasi). PRT dianggap sebagai budak oleh karenanya tidak perlu dibayar layak dan diberi pembatasan jam kerja serta cuti maupun jaminan ketenagakerjaan lainnya. Karena PRT dianggap berbeda dari manusia pekerja lainnya, maka PRT dipaksa untuk “standby” melakukan pekerjaan selama 24 jam. Praktik demikianlah yang hari ini kita kenal dengan perbudakan modern. Oleh karenanya praktik tersebut harus segera dihentikan!

Urgensi Ratifikasi Konvensi ILO 189 & Pengesahan RUU Perlindungan PRT

Konvensi ILO 189 (KILO 189) merupakan terobosan besar di abad ini untuk menghentikan segala bentuk perbudakan, kekerasan, eksploitasi dan kejahatan terhadap Pekerja Rumah Tangga di seluruh dunia. KILO 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga melahirkan sebuah pengakuan mendasar dan fundamental, perubahan paradigma bahwa PRT adalah Pekerja. Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mendukung lahirnya Konvensi ini.

Namun sangat disayangakan sampai hari ini Indonesia belum juga memiliki kebijakan yang melindungi PRT. UU Perlindungan PRT yang telah masuk menjadi program legislasi nasional sejak 2004 tidak juga kunjung disahkan. 11 (sebelas) tahun negara menutup mata dan abai terhadap perlindungan PRT. Kasus kekerasan dan pengabaian hak PRT terus terjadi. Pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) belum juga memberikan hasil akhir karena anggota DPR sendiri masih menempatkan diri sebagai majikan dan bukannya wakil rakyat, serta berpola pikir patriarkhi sehingga benturan kepentingan sarat terjadi dalam proses pengambilak keputusan politik. Terbukti, RUU Perlindungan PRT harus “tersingkir” dari prioritas prolegnas 2015.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dan mendesaknya kebutuhan akan adanya perlindungan bagi PRT serta sebagai wujud penolakan LBH Jakarta atas perbudakan modern, maka dalam peringatan Hari PRT Internasional 16 Juni 2015 kami mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk:
Menjadikan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) sebagai prioritas pada prolegnas 2016 mendatang dan segera mensahkan UU PPRT, serta harus segera memulai pembahasan rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) sejak dini denganmembuka ruang partisipasi publik dalam pembahasan;
Menuntut kepada Presiden RI, Joko Widodo dan DPR RI untuk menolak segala bentuk/ praktik perbudakan modern di bumi Indonesia dengan cara segera meratifikasi Konvensi ILO No. 189 mengenai Kerja Layak bagi PRT sebagai tindak lanjut sikap politik pemerintah Indonesia yang disampaikan dalam Pidato Politik Presiden RI dalam Sesi ke-100 Sidang Perburuhan Internasional, 14 Juni 2011 dan pemenuhan janji Nawacita Presiden RI untuk memberikan perlindungan bagi PRT di dalam negeri dan di luar negeri.
Mendesak pemerintah mengambil langkah-langkah secara institusional, administratif dan juga hukum untukmelindungi dan memberdayakan PRT dan PRT migran Indonesia.
Menuntut kepada Pemerintah RI dan DPR RI untuk mengintergrasikan prinsip-prinsip dalam hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi Hak Anak dan Konvensi Internasional mengenai Perlindungan Hak Seluruh Buruh Migran dan Anggota Keluarganya; Konvensi ILO No. 189 mengenai Kerja Layak PRTdalam penyusunan dan perwujudan peraturan perundang-undangan di tingkat nasional untuk PRT yang bekerja di Indonesia dan PRT yang bekerja di luar negeri.

Selamat hari Pekerja Rumah Tangga bagi seluruh Pekerja Rumah Tangga di dunia!

Salam Kesetaraan dan Keadilan.

Jakarta, 16 Juni 2015

Hormat Kami,

LEMBAGA BANTUAN HUKUM JAKARTA

pencarian anda
pekerja rumah tangga dalam perspektif ham
pekerjaan rumah tangga
peringatan hari prt internasional 16 juni oleh jala prt
tanggungjawab pekerja

Praktik terbaik film dokumenter dengan smartphone (best practices)






































Source: Youtube









Bukan Pembantu, PRT adalah Pekerja


dok.suaraperempuanpesada
Sosiolog UI, Ida Ruwaida Noor, mengatakan tidak tepat PRT dikatakan sebagai pembantu sebagaimana paradigma yang selama ini berkembang di masyarakat. Menurutnya, PRT dan majikan punya relasi yang sama seperti pekerja dan pemberi kerja. Seperti yang berlaku pada pekerja sektor formal. Ida menyebut pandangannya itu dilontarkan untuk memberi catatan dalam RUU Perlindungan PRT yang saat ini masih dibahas Baleg DPR.

Ida mengatakan secara kultural, sebagian masyarakat Indonesia masih melihat profesi PRT sekedar pembantu, dalam bahasa Jawa disebut batur. Hal serupa juga terjadi di beberapa negara lain yang belum memposisikan PRT sebagai pekerja. Akibatnya, pekerja migran Indonesia yang mayoritas bekerja sebagai PRT di negara penempatan kerap dirundung persoalan. Masih terdapatnya paradigma yang tidak tepat dalam memposisikan PRT, Ida menandaskan, menyebabkan RUU Perlindungan PRT tak kunjung selesai dibahas di DPR sejak 2004.

“PRT itu konteksnya relasi kerja, terlepas sosio kultural, ini pertukaran dari dua pihak yang menukarkan sumber daya, yang satu membayar jasa yang satu memberi jasa,” kata Ida dalam diskusi di Jakarta, Jumat (14/6).

Dalam pembahasan RUU Perlindungan PRT, Ida mengatakan terdapat polemik tentang keterlibatan negara dalam ranah privat. Pasalnya, ada pandangan yang menganggap PRT masuk ranah privat, sehingga tidak perlu diatur oleh negara. Ada pula perdebatan apakah hubungan kerja PRT bermotif ekonomi atau keluarga. Di tingkat mikro, Ida melihat PRT sering digolongkan berada dalam relasi keluarga. Oleh karenanya, Ida menekankan dalam mengatur PRT, perlu diperhatikan sejauh mana dimensi kultural dan konstitusional yang akan disasar oleh kebijakan dalam RUU Perlindungan PRT.

Apalagi tindakan yang disorot tajam terhadap perlakuan yang diterima pekerja migran Indonesia yang berprofesi sebagai PRT di negara penempatan seperti Arab Saudi adalah kultur perbudakan. Sehingga, para majikan di Arab Saudi menurut Ida memposisikan PRT seolah sebagai budak. Dampaknya, ketika bekerja, jasa pekerja migran yang bersangkutan digunakan tidak hanya melayani keluarga inti majikan, tapi juga keluarga besarnya.

Hal tersebut membuat jam kerja PRT menjadi panjang dan tidak mendapat libur. Melihat RUU Perlindungan PRT belum menyinggung soal kategori keluarga yang dilayani PRT, Ida mengatakan kategori keluarga tersebut perlu dimasukan. Sehingga diketahui siapa majikan yang berwenang memberi perintah kepada PRT. Dengan begitu akan jelas batasan jasa yang diberikan PRT kepada majikan. Misalnya, spesialisasi PRT seperti memasak, menyuci, menyetrika dan mengasuh anak. Dapat dimasukan dalam kategori spesialisasi yang dimiliki oleh seorang PRT dalam RUU Perlindungan PRT.

Soal pengupahan, Ida mengatakan mekanismenya dapat mengikuti penetapan upah minimum. Misalnya digunakan komponen hidup layak (KHL) sebagai bagian untuk menghitung besaran upah minimum PRT. Serta bagaimana dengan posisi pihak ketiga, apakah dimungkinkan sebagai lembaga pengerah tenaga kerja. Pasalnya, dengan adanya pihak ketiga akan berpengaruh terhadap upah dari majikan kepada PRT. Kemudian bagaimana ketika terjadi konflik yang timbul dari hubungan kerja antara majikan dan PRT. Bagi Ida berbagai hal tersebut harus diperhatikan RUU Perlindungan PRT.

Pada kesempatan yang sama wakil presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Muhammad Hakim, mengatakan PRT punya hak yang sama dengan warga negara lain. Seperti Jaminan Sosial, penghidupan dan upah layak, kebebasan berserikat dan berorganisasi. Selaras dengan itu mengacu konvensi ILO No.189 tentang Kerja Layak PRT, dijelaskan bahwa PRT selayaknya pekerja. Oleh karenanya, segala hak yang melekat pada PRT sama seperti pekerja pada umumnya. “PRT itu sama dengan pekerja. Waktu kerjanya 8 jam sehari, punya hak cuti, Jaminan Sosial dan hak khusus pekerja perempuan,” ucapnya.

Sedangkan PRT asal Yogyakarta, Jumiyem, mengatakan pada awal menjadi PRT ia belum mengetahui apa itu tindak kekerasan dan pelecehan seksual. Ia baru mengetahuinya ketika bergabung dengan organisasi PRT. Secara umum, perempuan yang disapa Jum itu mengatakan sebagian besar PRT tidak mengetahui hak dan kewajibannya. Oleh karenanya tak jarang dijumpai ada PRT yang jam kerjanya sangat panjang dan mengerjakan bermacam jenis pekerjaan. Namun yang jelas, PRT menginginkan bagaimana agar mereka terlindungi.

Pasalnya, keberadaan PRT sangat penting untuk mendukung kegiatan sehari-hari yang dilakukan majikan. Jum berharap RUU Perlindungan PRT segera diterbitkan agar ada acuan bagi pihak yang berkepentingan ketika mempekerjakan PRT. “Pemerintah selama ini tidak memberi perlindungan terhadap PRT, jadi banyak kasus. Apalagi mereka (PRT,-red) yang bekerja tidak lewat pelatihan dulu, langsung dari desa,” urainya.

Perjanjian Kerja
Sementara seorang majikan asal Yogyakarta, Novita Arini, merasa lebih baik menjalin hubungan kerja dengan PRT ketika menggunakan perjanjian kerja. Dengan begitu PRT lebih terlindungi hak-haknya seperti upah dan jam kerja. Begitu pula dengan kewajiban PRT, Novita merasa lebih bagus jika tertuang dalam perjanjian kerja. Dengan begitu, hak dan kewajiban antara PRT dan majikannya dapat diketahui secara jelas. Menurutnya, keuntungan itu dirasakan selama lima tahun menjalin hubungan kerja dengan PRT. “Kedua belah pihak sama-sama menyadari hak dan kewajibannya. Jadi lebih berkelanjutan hubungan kerjanya,” tuturnya.

Soal upah, Novita mengatakan walau masih di bawah upah minimum di Yogyakarta, tapi ia menaikan upah PRT-nya tiap enam bulan sebesar 10 persen. Dari kenaikan itu, tiga bulan lalu Novita mencatat upah yang diterima PRT-nya sebesar Rp780 ribu sedangkan upah minimun di Yogyakarta tahun ini sekitar Rp.1,9 juta. Terkait waktu kerja, Novita mengatakan lewat perjanjian kerja yang disepakati bersama, PRT yang dipekerjakannya bekerja 8 jam tiap hari.

Namun, Novita mengakui kadang ia meminta tolong kepada PRT-nya untuk melakukan sesuatu di luar jam kerja. Tapi, bukan berarti jasa yang diberikan di luar jam kerja itu tidak mendapat imbalan karena Novita berupaya memneuhi kebutuhan PRT-nya dengan baik. Seperti memberi ruang tidur beserta fasilitasnya. Selain itu, Novita memberikan libur satu hari setiap 6 hari kerja. Serta cuti, seperti libur panjang di hari raya Idul Fitri sekaligus memberi kesempatan luas kepada PRT-nya pulang ke kampung halaman dan cuti lainnya untuk keperluan keluarga atau berekreasi. Dalam menjamin kesehatan PRT-nya, Novita mengaku menjamin semua biaya kesehatan yang diperlukan.

Dari pengalamannya mempekerjakan PRT dengan perjanjian kerja, Novita mengaku puas. Menurutnya, PRT layak untuk mendapat upah, jam kerja dan jaminan kesehatan yang baik. “Perjanjian kerjanya didiskusikan lebih dulu sebelum dia (PRT,-red) bekerja,” ujarnya.

Friday, 16 September 2016

Soal PRT Diminta Jadi Perhatian Serius DPR Baru

dok batamtoday
RMOL. Perjuangan aktivis buruh untuk menggolkan Rancangan Undang Undang Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) tidak pernah surut. Mereka kini menumpahkan harapan RUU tersebut kepada anggota DPR baru yang akan dilantik hari ini. Mereka minta DPR baru memperhatikan nasib PRT.
Untuk mengawal RUU ter­se­but, rencananya hari ini (Rabu, 1/10), sejumlah aktivis yang ter­gabung dalam Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) dan Komite Aksi Per­lindungan PRT dan Buruh Mig­ran (KAPPRT BM) akan meng­gelar aksi di depan gedung DPR.

Aksi damai ini untuk meng­ingat­kan DPR tidak lupa terhadap nasib PRT yang selama ini tidak diperhatikan. Rencananya, aksi ter­sebut akan diikuti ratusan akti­vis dengan membawa ‘Sapu Rak­sasa’ dan’‘Toilet Raksasa’. Hal ini dilakukan sebagai simbol bah­wa PRT adalah pekerjaan yang tidak ringan, tapi disepelekan. Bahkan tidak dilindungi.

Nantinya, sapu dan toilet rak­sasa itu akan diserahkan kepada DPR baru sebagai kado. Selain itu, mereka juga menyerukan tun­tutan agar segera membahas dan mengesahkan RUU PRT dan mera­tifikasi Kon­vensi ILO 189 KL PRT.

“Pada hari pelantikan para ang­gota DPR baru ini, kami ingin mengingatkan kembali kepada para wakil rakyat yang terhormat bah­wa nasib para PRT tidak per­nah diperhatikan. Emangnya, DPR bisa bekerja kalau diru­mah­nya tidak ada PRT sekarang ini?” cetus Koordinator Nasional JALA PRT Lita Anggraini saat dihu­bu­ngi Rakyat Merdeka, di Ja­karta, kemarin.

Menurut Lita, hampir seluruh anggota DPR baik yang sudah purna tugas dan yang kini dilantik mempekerjakan PRT diru­mah­nya. “Ada yang lima sampai se­pu­luh PRT bekerja di rumah ang­gota DPR loh. Namun, nasib PRT tidak diperjuangkan,” ujarnya.

Lanjutnya, perjuangan aktivis mendesak DPR untuk menyusun RUU PRT sudah dimulai sejak 2004. Sayangnya, hingga dua kali periode masa pemerintahan SBY, tidak pernah ada pemba­has­an. “Situasi perkembangan le­gis­lasi Rancangan Undang Undang P PRT di DPR sudah pada tahap kritis,” tandasnya.

Kini, memasuki periode DPR ba­ru 2014-2019, dihadapkan si­tuasi sangat kritis, karena proses le­gislasi harus dimulai dari awal kembali. Dalam arti, lanjut Lita, per­tama, harus mempertahankan RUU PPRT untuk masuk dalam Prolegnas 2015-2019 dan Prio­ritas Prolegnas 2015. Kedua, men­dorong pembahasan dan me­mas­tikan isi RUU PPRT berbasis per­lindungan hingga terjadi pe­nge­sahan menjadi UU Perlin­dungan PRT.

Ketiga, mengingat lebih dari 50 persen dari anggota DPR Periode 2014-2019 adalah orang baru yang kemungkinan besar belum mengerti isu PRT, maka mereka juga bisa re­sis­ten terhadap UU PRT “Kalau selama ini, kami me­nilai DPR kita pro kepada per­budakan PRT, se­hingga mereka tidak mau serius me­ngajukan inisiatif untuk mem­bahas Undang Undang PRT. Dan Kami ingat­kan, kepada DPR baru agar serius me­mikirkan dan mem­bahas RUU PRT ini,” pinta Lita.

Menurutnya, sebanyak 10,7 juta pekerja yang tergolong PRT pun masih menggantung nasib per­lindungannya. Seharunya, kata Lita, PRT dilindungi dan di­atur dalam ketenagakerjaan, serta mendapatkan kesejahteraan yang layak.

“Silakan dicek berapa sih gaji PRT sekarang ini? Apa cukup? Malah DPR lebih berpihak ke­pada majikan. Kemudian, emang­nya para DPR itu bisa bekerja dan menjadi DPR kalau tidak ada yang menjadi PRT? Tolong ja­ngan picik dan jangan tutup mata,” ujar Lita.

Anggota koalisi lainnya, Djauhari Amin menyatakan, pihaknya akan terus mengawal agar DPR baru bisa mengesahkan RUU PRT. Soalnya, Indonesia sering disorot masyarakat in­ternasional, terkait perlindungan terhadap pekerja migrannya.

Menurutnya, perlindungan PRT dan buruh migran patut men­jadi sorotan, karena pe­me­rintah luput melindungi war­ga­nya. Untuk itu, koalisi men­do­rong agar perlindungan harus dilakukan untuk seluruh PRT Indonesia. “Jadi konsisten, kita fokus melindungi PRT baik di dalam dan luar negeri,” tegasnya.

Sementara Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan selama lima tahun kepemimpinannya, para wakil rakyat sudah berhasil menye­lesaikan sebanyak 126 Undang-undang. Sebanyak 69 UU di antaranya merupakan prioritas Prolegnas Jangka Menengah lima tahunan.

Namun, Marzuki meminta UU yang dihasilkan DPR lima tahun ini tidak hanya dilihat dari target kuantitatif, tapi harus dilihat dari banyaknya UU yang benar-benar pro-rakyat. Seperti, UU tentang BPJS, UU tentang Desa, UU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU tentang Bantuan Hukum, hingga UU tentang Pe­nanganan Fakir Miskin. Me­mang ada RUU yang belum disele­saikan seperti RUU PRT ini. ***

Jumlah PRT Indonesia

dok suaraperempuanpesada
REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperkirakan jumlah pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia dalam dua tahun terakhir meningkat tajam.

Pertumbuhan jumlah PRT ini seiring dengan semakin membaiknya perekonomian dan peningkatan kelas menengah. Perwakilan dari ILO, Irham Ali Saifuddin, di Bandar Lampung, Sabtu (8/9), mengatakan kondisi ini harus ditunjang dengan peningkatan keterampilan dan kemampuan para PRT agar jenis pekerjaan ini mengarah ke profesional dengan perlindungan payung hukum yang mumpuni.

Irham mengatakan saat ini belum ada data valid dan resmi terkait jumlah tenaga PRT di Indonesia, karena bidang pekerjaan tersebut masih masuk dalam sektor informal sehingga susah dilakukan pendataan.

"UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003 tidak mencakup PRT, artinya PRT tidak tercakup dalam perlindungan tenaga kerja," kata dia.

Keadaan ini menyebabkan PRT di Indonesia rentan terhadap pelecehan dan ekspolitasi, dengan jam kerja berlebihan, upah tidak dibayar, dikurung, pelecehan fisik/seksual, kerja paksa, dan menjadi korban kejahatan perdagangan manusia.

PRT di Indonesia juga tidak memiliki asuransi kesehatan dan perlindungan asuransi kecelakaan. ILO memperkirakan, lebih dari 60 persen dari jumlah PRT di seluruh dunia berasal dari Asia. Mereka datang dari Indonesia, Philipina, Srilanka, Bangladesh, Pakistan, Nepal, dan Vietnam.

Estimasi ILO pada tahun 2009 menyebutkan jumlah PRT di seluruh dunia sebanyak 50 juta orang dan kurang lebih 3 hingga 4 juta PRT bekerja di Indonesia.

Sementara menurut Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga, jumlah PRT di Indonesia 2009 diestimasi sebanyak 10 juta-an orang, dan lebih dari 67 persen rumah tangga kelas menengah dan menengah atas mempekerjakan PRT.

Broadclass Listen to Learn


Sumber: Youtube

Monday, 12 September 2016

Timphan, sajian lokal kelas global

Foto Acehdroe.
Timphan atau timpan merupakan penganan lokal atau makanan ringan khas daerah Aceh yang terbuat dari bahan dasar tepung ketan, pisang dan santan kelapa. Makanan yang dibuat dengan lapisan pembungkus dari daun pisang ini juga cocok dinikmati sebagai sajian appetizer atau hidangan pembuka.

Terdapat sajian bahan isi pada timphan yang terdiri dari telur ayam, tepung terigu, kelapa muda dan lain-lain. 

Dalam tahap pembuatannya timphan dibagi menjadi dua. Bagian petama adalah pembuatan kulit timphan dan bagian kedua adalah pembuatan bahan isi timphan. Daftar bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kulit serta isi timphan dapat selengkapnya anda simak pada ulasan cara membuat kue tradisional timphan aceh enak berikut ini.

Sumber: Timpan Premium 100%

Soal Aset Wisata, Aceh Utara Lebih Unggul

Islamic Center di Lhokseumawe, bekas Ibu kota
Kab. Aceh Utara|foto.republika
Aceh Utara - Kali ini kita akan mengenal beberapa tempat wisata menarik di Kabupaten Aceh Utara. Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten yang ada di provinsi Nanggroeh Aceh Darussalam yang mempunyai potensi wisata yang melimpah serta beraneka ragam flora seperti kayu, semantok, damar, meranti kayu, bakau, cemara, rotan dan sebagainya dan kaya akan fauna seperti gajah, harimau, rusa, kijang, babi, ular, badak dan sebagainya. Selain itu juga terdapat banyak situs-situs sejarah dari peninggalan Kerajaan Islam Samudera Pasai. Berikut ulasan mengenai tempat-tempat yang bisa anda kunjungi ketika berada di Provinsi Aceh tepatnya di Aceh Utara.

Air Terjun Blang Kolam

Objek wisata Air Terjun Blang Kolam ini terletak di Kabupaten Aceh Utara, yaitu di Desa Sidomulyo, dan berada 21 km dari ibukota Lhokseumawe. Objek wisa ini memiliki keistimewaan tersendiri, dengan panorama alam yang alami dan tampak asri karena letaknya yang berada di bawah rimbunnya pepohonan hutan yang alami serta kicauan burung-burung liar dan gemuruhnya air tampak begitu sederhana. Air terjun Blang Kolam yang jatuh dengan Ketinggian mencapai 75 kilometer ini bermuara pada sebuah kolam yang bisa anda nikmati untuk berenang maupun sekedar bermain-main air. Ada beberapa fasilitas yang telah disediakan di objek wisata air terjun ini, seperti musholla, toilet dan kebutuhan listrik bagi anda yang membutuhkan daya mengisi kamera atau handphone anda.

Air Terjun Blang Kolam

Pantai Ulee Rubek 

Anda jangan bingung mencari objek wisata pantai yang menawan di Aceh. Salah satunya adalah pantai Ulee Rubek yang menawarkan kepada anda panorama pantai yang indah dan menawan. Pantai ini bisa menjadi pilihan pariwisata anda di Aceh Utara untuk refreshing dan menghabiskan waktu bersama keluarga di saat masa liburan dan akhir pekan. Pantai ini juga sangat terkenal dan digemari oleh penduduk setempat. Karena pantai ini selain memiliki pasir yang putih, halus dan lembut, serta kebersihan pantai ini sangat terjaga, juga memiliki udara yang segar dengan sedikit berangin dan pemandangannya sangat menawan. Lokasi pantai ini mudah dijangkau, jika dari kota Lhokseumawe dapat ditempuh sepanjang 49 kilometer menggunakan kendaraan umum maupun pribadi.

Pantai Ulee Rubek

Pantai Sawang 

Selanjutnya tempat pariwisata pantai di Aceh Utara yang bisa anda kunjungi adalah Pantai Sawang. Dinamakan Sawang karena letak pantai ini berada di Desa Sawang, Kec. Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Pantai yang memiliki pemandangan yang sangat indah ini sangat terkenal dan banyak dikunjungi oleh wisatawan. Anda dapat mengunjungi pantai ini dengan jarak 29 kilometer dari Lhokseumawe menuju ke pantai Sawang.

Pantai Sawang

Pemandian Krueng Sawang 

Objek wisata yang satu ini merupakan tempat yang cocok bagi anda yang ingin menikmati mata air dari bukit. Tempat ini menjadi tempat pemandian dengan airnya yang sangat jernih yang keluar langsung dari atas bukit yang airnya selalu mengalir hingga ke laut dan tidak pernah surut, yang pasti membuat anda akan relax. Dalam bahasa Aceh Krueng merupakan sungai dan Sawang merupakan nama daerah tempat pemandian itu berada yaitu terletak di Desa Sawang, Kecamatan Lhokseumawe Aceh Utara. Pemandian Krueng Sawang ini cukup ramai didatangi wisatawan, karena suasana di kawasan Krueng Sawang yang indah dan sejuk dan dikelilingi pepohonan hijau dan segar. Bahkan dapat membuat pikiran anda kembali segar. Kawasan Krueng Sawang ini juga dikenal sebagai tempat lokasi perkemahan. Oleh karena itu kawasan ini bisa dijadikan sarana piknik bersama keluarga maupun kerabat dekat anda. Selain itu kawasan Kreung Sawang ini juga terkenal dengan penghasil durian yang bisa anda cicipi dan menjadikan oleh-oleh di akhir wisata anda.

Pemandian Krueng Sawang

Tugu Pahlawan Cot Plieng

Tugu Pahlawan ini merupakan sebuah monumen pahlawan Aceh Utara yang berjuang mempertahankan kemerdekaan dan mempertahankan agama melawan penjajahan dalam perjuangan Fisabilillah. Beliau adalah Teungku Abdul Jalil Cot Plieng. Wafat pada tanggal 10 November 1942, lalu sebagai kenangan atas perjuangan beliau dibangun Tugu Pahlawan Cot Plieng. Terletak di desa Cot Plieng Kec. Syamtalira Bayu, Aceh Utara.


Itulah beberapa tempat pariwisata yang terdapat di Aceh Utara yang dapat anda kunjungi. Untuk informasi objek wisata lain di Provinsi Naggroeh Aceh Darussalam

Pubrek Sawet-Saka PG Cot Girek; jinaw ngen dile ?

oia.unsyiah.ac.id logos
ABSTRAK 

Kata Kunci : Sosial Ekonomi Buruh Pabrik Gula. Skripsi ini berjudul : Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Pabrik Gula Cot Girek, Aceh Utara, 1970-1986. Dengan mengangkat masalah bagaimana perkembangan Pabrik Gula Cot Girek pada tahun 1970-1986 dan bagaimana kehidupan sosial ekonomi buruh Pabrik Gula Cot Girek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan Pabrik Gula Cot Girek dan kehidupan sosial ekonomi buruh pabrik Gula Cot Girek. Penelitian ini mengunakan metode sejarah kritis (Historis). Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sumber penelitian ini diperoleh dari arsip Pabrik Gula Cot Girek serta hasil wawancara dengan para buruh. Hasil penelitian ini menunjukan bahwan peerkembangan Pabrik Gula Cot Girek mengalami perkembangan pada tahun 1973 dengan penanaman tebu seluas 600 ha, namun pada tahun 1975 mengalami peningkatan lebih tingga mencapai 906,6 ha. Namun pada tahun 1976 Pabrik Gula Cot Girek mendatangkan transmigrasi dari Jawa dengan mengeluarkan dana sebesar 1 Miliar dengan kedatangan transmigrasi dari Jawa sangat mempengaruhi kerugian yang sangat besar bagi perusahaan tersebut sehingga Pabrik Gula Cot Girek mengalami hutang yang sangat besar sehingga pabrik tersebut bangkrut. Buruh yang berkerja di Pabrik Gula Cot Girek mereka mendapatkan upah hanya 1.200/hari jika dalam perbulan mereka mendapatkan 37.200. Namun setiap tahunnya mereka mengalami peningkatan upah sebesar 1000,namun pada tahun 1980 para buruh tidak mendapatkan upah lagi. Dengan upah yang mereka dapat parah buruh mampu membeli barang sekunder seperti Radio, Tape Recorder, Jam tanggan dan Lampu petromeak.

Sumber; http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=13428

MENGENAI PABRIK GULA COT GIREK





Gula adalah bagian dari peradaban ; sejarah gula sebagai bagian budaya sudah melewati masa yang panjang. Menurut sejarah yang terdokumentasi, gula yang berasal dari tebu pertama kali dikenal oleh orang-orang Polinesia, kemudian menyebar ke India.

Ketika Raja Darius dari Kerajaan Persia pada tahun 510 sebelum Masehi, menguasai India, dia menemukan ”batang rerumputan yang menghasilkan madu tanpa lebah”. Penemuan tebu itu menjadi sesuatu sangat dirahasiakan dan dijaga ketat, sedangkan produk olahannya diekspor dan menghasilkan keuntungan yang sangat besar.

Rahasia tanaman tebu akhirnya terbongkar setelah terjadi ekspansi besar-besaran oleh orang orang Arab pada abad ketujuh sesudah masehi. Ketika mereka menguasai Persia pada tahun 642 mereka menemukan tanaman tebu dan kemudian mempelajari cara pembuatan gula. Masa masa selama masa ekspansi, dimanfaatkan mereka untuk mendirikan pabrik pabrik pengolahan gula di berbagai daerah yang mereka kuasai, termasuk di Afrika Utara dan Spanyol.

Eropa sebagai akar peradaban pada masa itu, mengenal gula berbarengan dengan terjadinya Perang Salib pada abad ke 11. Para prajurit yang pulang dari jazirah Arab menceritakan keberadaan "rempah baru" yang enak ini.

Gula pertama diketahui tercatat keberadannya di Inggris pada tahun 1099, dan pada abad berikutnya merupakan periode ekspansi besar besaran perdagangan Eropa bagian barat dengan dunia timur, termasuk impor gula. Sebagai contoh, dalam sebuah catatan pada tahun 1319 harga gula di London sebesar "dua shilling tiap pon". Nilai ini setara dengan beberapa bulan upah buruh rata-rata, sehingga dapat dikatakan gula sangatlah mewah pada waktu itu.
Selain menjadi bahan makanan dan minuman, pada saat itu gula juga dikenal sebagai obat, dimana banyak petunjuk kesehatan dari abad ke 13 hingga 15 yang merekomendasikan pemberian gula kepada orang sebagai obat penambah kekuatan.

Sebagai komoditi perdagangan, industri gula didominasi dan dimonopoli oleh Venesia sampai abad 15, untuk selanjutnya tergantikan berbarengan terbukanya jalur langsung dari Eropa menuju India yang dipelopori oleh Vasco Da Gama pada 1498.
Dominasi yang berpindah ini juga tidak berlangsung lama karena ketika Columbus menemukan Amerika ; salah satu prioritas dalam ekspansinya tersebut adalah membudidayakan tanaman tebu untuk menghasilkan gula secara terorganisir dengan mebuka lahan pertanian tebu secara besar besaran dan mendatangkan tenaga kerja dari Afrika ke Negara kawasan Karibia.

Peran gula yang sudah menjadi komoditi strategis di Eropa, menimbulkan efek ikutan bagi masyarakat Eropa untuk mengelola budidaya tebu secara terorganisir dikawasan Karibia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat di Eropa. Untuk selanjutnya sesuai dengan pergerakan ekspansi bangsa bangsa Eropa, maka ekspansi ini sampai kekawasan Asia Tenggara yang secara struktur dan iklim cocok untuk ditanami tebu sebagai penghasil gula.

Di Indonesia, industri gula dimulai dengan ekspansi bangsa Eropa di Indonesia pada abad 17 dimulai didaerah sekitar Jakarta dan berkembang kearah timur Pulau Jawa.
Puncak kegemilangan industri gula di Indonesia terjadi pada tahun 1930an, dengan 179 pabrik pengolahan dan produksi 3.000.000. Ton gula per tahun. Terjadinya krisis ekonomi malaise dan dua kali perang dunia memukul industry gula di Indonesia ; sehingga pada awal 1950an hanya tersisa 30 pabrik dengan produksi 500.000. Ton Gula pertahun. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia berubah peran dari eksportir gula terbesar didunia menjadi importer netto mulai tahun 1950an.


Pengakuan Kedaulatan Indonesia Oleh Belanda pada 27 Desember 1949, melengkapi status kemerdekaan RI secara de facto dengan de jure. Segera setelah pengakuan kedaulatan, seluruh elemen bangsa bersatu padu dalam rangka mengisi kemerdekaan dengan tujuan untuk memakmurkan setiap insan rakyat Indonesia.

Sumitro Djojohadikusumo sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada kabinet Natsir merancang suatu cetak biru dari perekonomian yang tidak bersandar kepada ekspor produk primer ke pasar dunia, suatu kerentanan yang menjadi pelajaran pahit yang diterima saat depresimelanda seluruh dunia pada 1930an

Selain dari merestrukur dan mereformasi sistem perdagangan ; Sumitro juga merancang penguatan ekonomi Negara dengan cara menasionalisasi perusahaan bermodal asing untuk dapat dimiliki oleh Indonesia.

Dalam rangka hal tersebutlah maka pemerintah berencana membuka pabrik gula di Aceh dalam rangka usaha untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia umumnya dan provinsi Aceh dan Sumatera Utara khususnya.

Pabrik Gula tersebut yang diberi nama "Pabrik Gula Tjot Girek" berlokasi (saat ini) di kampung Cot Girek, Kecamatan Cot Girek, Kabupaten Aceh Utara ; sekitar 15 Kilometer dari arah Lhoksukon , 35 Kilometer dari Kota Lhokseumawe dan 200 Km dari Medan.

PG Tjot Girek berawal dari konsesi Schamhuyzer dengan alas hak keputusan Gouverneur van Atjeh en Onderhorigheden tanggal 30 Desember 1919, untuk selanjutnya berpindah kepada NV. Cultuur "Lhoksukon" 22 Februari 1930 dan 14 Desember 1932 untuk tanah seluas 7890.7 Ha yang terdiri dari 2.000 Ha Hutan sekunder dan 5.890 Ha tanah berbukit.

Pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949, menjadi alasan pengalihan kepemilikan NV. Cultuur "Lhoksukon" kepada PPN Lama yaitu perusahaan Negara bentukan pemerintah yang mengelola perkebunan pemerintah Belanda. Pada era PPN Lama ini areal eks "Lhoksukon" direncanakan untuk dieksploitasi seluas 1.200 Ha dengan penggunaan seluas 750 Ha sebagai sawah irigasi dan 450 Ha sebagai sawah tadah hujan.

Usaha eksploitasi padi dan karet akhirnya terhenti akibat kendala gangguan situasi keamanan di Propinsi Aceh berupa munculnya gerakan separatis. Pada saat berakhirnya usaha eksploitasi era PPN Lama ini telah dapat direalisasikan 750 Ha sawah irigasi, 450 Ha sawah tadah hujan. Mulai tahun 1960 ditambah dengan tanaman percobaan berupa karet seluas 460 Ha dan tebu.

Bibit tebu pertama yang ditanam di Cot Girek adalah tebu jenis POJ 2878, POJ 3016 dan POJ 3067 berasal dari Pasuruan. Tebu tersebut dibawa langsung ke Cot Girek oleh Ir T Soekarno, Ir.Soedarsono dan Subandi pada bulan Agustus 1959.
Berdasarkan penelitian terhadap hasil tanaman percobaan awal, dapat disimpulkan bahwa manajemen budidaya tebu di Cot Girek harus mengadakan seleksi bibit secara luas dan perlu ditambah dengan bibit import dari jenis yang mempunyai produksi kristal yang tinggi.


Pada tataran pemerintah sendiri, semangat Rencana Pembangunan yang digagas Soemitro tetap berjalan. Rencana yang bernafaskan kepada kemandirian ekonomi daerah tersebut adalah berkaitan dengan alasan ekonomis untuk menambah konsumsi gula perkapita sesuai dengan amanat MPRS serta dikarenakan rendahnya produktifitas pabrik di Jawa.
Selain daripada pertimbangan stabilisasi politis dan keamanan, kebijakan tersebut juga mengambil peran sebagai agent of development. Hal tersebut menjadi dasar pengambil keputusan untuk mendirikan pabrik gula diluar Pulau Jawa yaitu di Sulawesi dan Sumatera.

Pembangunan pabrik gula di Aceh menjadi bagian daripada perjanjian bilateral ekonomi antara Indonesia dan Polandia, yang ditandatangani di Jakarta pada 11 Agustus 1961 antara Waperdam Chairul Saleh sebagai wakil Republik Indonesia dan Menteri Negara Republik Rakyat Polandia Prof Dr Witold Trampezynski tersebut.

Sebagai tindak lanjut perjanjian bilateral, maka pada tanggal 30 Nopember 1962 diterbitkan sebuat kontrak pengadaan pabrik gula antara Pemerintah RI yang diwakili oleh Menteri Agraria Mr Koslan A Tohir dan Menteri Pertanian Ir Soesilo H. Prakoso serta Jan Giedwids dan Edward Cichechi dari pihak CEK0P suatu BUMN milik Republik Rakyat Polandia.
Pengadaan pabrik gula dengan nama "Projek Gula Tjot Girek" yang terdiri dari pabrik gula berkapasitas giling maksimal 2.500 Ton tebu/Hari, dan luas tanaman tebu giling sebesar 4.000 Ha tersebut terdaftar sebagai Projek Industrie A.I.163.

Keputusan pendirian pabrik gula di Cot Girek adalah suatu keputusan yang didasarkan kepada hasil penelitian yang komprehensif dengan bantuan Lembaga Penelitian RISPA Medan dan BP3G Pasuruan.

Penelitian dan riset untuk budidaya telah dilakukan pada 1959 - I963 oleh Ir T Soekarno dari BPU PPN dan Ir Sarjadi dari BP3G Pasuruan, tahun 1963 - 1965 oleh Ir Simatupang, Kepala Research dan Ir Sarjadi dari BP3G Pasuruan, tahun 1965 - 1967 oleh Ir Soedjono dibawah pengawasan B.P.3.G. Pasuruan, tahun 1968 - 1970 oleh Ir TM Joesoef, Kepala Research dibawah pengawasan B.P.3.G. Pasuruan.
CEKOP sendiri pada tahun 1963 mendatangkan Gelsinki dan Symzioh untuk ikut mengadakan penelitian dan riset tanah terhadap kecocokan tanah di Cot Girek.

Penelitian dan riset kelayakan untuk pembangunan pabrik serta sarana dan prasarana pendukung dilakukan pada 1963 oleh Prof. Willun dari Polandia dengan didampingi Ir Sumara dari Lembaga Tanah Institut Teknologi Bandung ; dimana hasil survey menetapkan posisi main building adalah berada tepat ditengah luas hamparan yang sebesar 7.800 Ha.

Hasil riset terhadap tanah ditindak lanjuti dengan tahapan perencanaan mesin dan peralatan yang akan digunakan. Tim perencana terdiri dari tim CEKOP yang diketuai Gelsinki dan tim Indonesia yang diketuai Ir Soedarsono (Ahli Mesin), dengan anggotanya Ir Liem Tjiang Hwat / lr Halim (Ahli Tekhnologi Gula), Ir Njoo Hwat Boen (Ahli Mesin), Liau Koh Tjie (Ahli Tekhnologi Gula), Ir Tan Gwan An (Ahli Listrik), Liem In Tjioe (Ahli Mesin) dan Lessoemardjo (Ahli Mesin).

Sementara itu, perencanaan pembangunan sipil dilaksanakan oleh Biro Insinjur dan Arsitek Artistica Bandung dengan pengawasan / direktie voering oleh pihak PG Tjot Girek.

Pada permulaan tahun 1970 dilakukan feasibility study oleh American Factors Associate dengan tujuan untuk mengadakan penelitian secara mendalam dalam menjawab pertanyaan apakah Projek Gula Tjot Girek dimasa depan mempunyai potensi ekonomis dan potensi bisnis yang layak.
Hasil daripada studi yang dilakukan didapat kesimpulan bahwa "Tjot Girek Project can be made economically feasible under the assumptions and the work program recommended" ; dalam laporannya penekanan diutamakan kepada manajemen yang sehat.

Akhir tahun 1964 paket mesin dan peralatan tahap pertama dari Polandia mulai datang ke Indonesia lewat pelabuhan Belawan dan Lhokseumawe, dimana khusus untuk hal tersebut di pelabuhan Lhokseumawe dibangun sebuah dermaga dari kayu sepanjang 95 M, dibantu dengan sebuah crane dari Pertamina untuk keperluan handling mesin dan peralatan yang beratnya bisa mencapai 25 Ton. Kegiatan handling di dermaga pelabuhan Belawan maupunLhokseumawe berlangsung terus dan dinyatakan lengkap pada 1967, dengan total handling sebesar 17.000 Ton.

Pada pertengahan April 1965 dimulai seremonial pembangunan Pabrik Gula Tjot Girek yaitu upacara menanam kepala kerbau ditempat dimana main building akan didirikan. Kepala kerbau tersebut ditanam oleh Letnan Kolonel Harsono, Perwira Pengawas dari BPU Perusahaan Negara Bangunan.


Pembangunan fisik selesai pada pertengahan bulan Agustus 1970 dan secara resmi dinyatakan siap secara operasional pada hari Senin tanggal 31 Agustus 1970 jam 14.15 WIB yaitu saat dimulainya first trial run / giling percobaan pertama. Lambatnya waktu pembangunan yang mencapai enam tahun tersebut disebabkan oleh rumitnya sumber pendanaan yang berkisar antara pembiayaan oleh Pemerintah RI atau BPU PPN Gula yang mana permasalahan sumber pendanaan ini baru terselesaikan pada pertengahan tahun 1968.

Produksi gula Kristal sebagai hasil pengolahan “PG Tjot Girek” dihasilkan pada tanggal 6 September 1970 jarm 10.00 WIB dan masih belum sempurna karena bahan pokoknja ialah tebu yang sudah berumur diatas 14 - 15 bulan, sedangkan rendement pada hari hari pertama adalah 5,5 % dengan RQ = 66.

"PG Tjot Girek" pernah dikunjungi Presiden Soeharto pada Mei 1970. Saat itu masyarakat Aceh sangat bangga dengan hadirnya pabrik tersebut. Banyak mimpi-mimpi indah yang terhembus di Aceh jika pabrik ini nantinya mampu mandiri dan akan dapat menopang perekonomian Aceh khususnya Aceh Utara.

Oleh karenanya tidak heran, saat presiden akan berkunjung ada dua sisi yang paling sibuk menghadapi kunjungan Presiden. Yang pertama adalah anak-anak sekolah, khususnya anak murid SD se Kecamatan Syamtalira Arun (saat itu sekecamatan dengan Cot Girek) seminggu sebelum Presiden Suharto tiba anak-anak sudah dilatih baris berbaris, bernyanyi dan rumah-rumah penduduk yang akan dilewati telah disulap dengan cat putih dan merah.

Di sisi lain yang tak kalah sibuk selain pemerintah daerah tingkat dua, adalah pasukan pengawal Presiden Suharto. Ketika rombongan tiba dengan beberapa buah bis besar melewati jalan yang berpasir yang belum diaspal tentu akan membuat debu mengebul kesana kemari di sepanjang lintasan 15 Km dari Lhok Sukun ke Cot Girek. Beberapa upaya penyiraman dilakukan sebelum rombongan lewat, tapi tidak kuat menahan sengatan terik matahari sehingga jalan yang baru disiram air berkali-kali itu mengering lagi seketika.

Anak-anak SD dengan menggunakan bendera yang terbuat dari bahan kertas manila menggerak-gerakkan tangannya seolah menyampaikan pesan selamat datang di daerah tersebut. Anak murid SD ditemani oleh gurunya menunggu berjam-jam.

Presiden sendiri tidak ada dalam rombongan itu, karenaPresiden Suharto menggunakan Helikopter dari kota Lhokseumawe atau dari bandara Malikulsaleh menuju Cot Girek ditempuh dalam waktu perjalanan selama 15 menit saja. Presiden mendarat di dekat PG Cot Girek. Setelah acara singkat selesai, lalu Presiden Suharto pulang mengikuti jalur dan prosedur saat kedatangannya.




Suasana Peresmian PG Tjot Girek Pada 19 September 1970
"PG Tjot Girek" diresmikan penggunaannya oleh Menko Ekuin Sri Sultan Hamengkobowono IX pada tanggal 19 September 1970.

Struktur pimpinan PG Tjot Girek pada saat diresmikan adalah Ir Soedarsono (Pimpinan), TR Husein, (Asisten Pimpinan), AJ Wurangian (Kepala Instalasi), Marsandi (Kepala Bagian Instalasi), Sukirman BSc (Kepala Bagian Tekhnologi), JB Sidabutar (Kepala Bagian Umum), R Prajitno (Kepala Bagian Keuangan), Soemardjono (Sekretaris), R Bambang Oetoro (Kepala Bagian Tanaman), Karyono (Kasubag Tanaman), Ir Siswojo, (Kasubag Mekanisasi), Ir TM Joesoef (Kasubag Research), Kapten Memet R (Kasubag Drainage/Irigasi), Marsudi (Kasubag Angkutan), Moehtar Sjamaan (Kasie Kemotoran), lr Sumarat (Kepala Bagian Teknik Sipil) sampai Juli 1970 - diganti dengan Dede Suwardi, Djamil Said BSc (Kasub Internal Control), M. Nur Machmud (Kepala Penyediaan/Pembelian Bahan Umum), R Siswandi (Kepala Penyediaan/Pembelian Bahan Instalasi/Pabrik), Dr. THD Pandjaitan (Kepala Rumah Sakit), Ustadz Abdullah Hasan (Kasie Pendidikan Agama), M Nurdin (Kasie Personalia), Mayor S. Soedjono (Perwira Keamanan), Peltu Zakaria Amin ( Wa Pa Keamanan), Zainuddin (Ka Perwakilan Kantor Medan), dan J Tanuwidjaja (Ka Perwakilan Kantor Jakarta).

Sedangkan ahli gula yang bekerja di PG Tjot Girek pada saat diresmikan adalah Aminuddin BSc, Nurdin Saiman B.Sc, Rusdi BSc. Ny. Sutji Hartati Rusdi BSc, Djamhari BSc, Soeparno BSc, Imam Dairubi BSc, Wachjono BSc dan Farid Fuadi BSc.

Sedangkan Tim Polandia mulai pabrik mulai dibangun sampai saat peresmian “Pabrik Gula Tjot Girek” adalah Korzekwa MSc (Chief Engineer), Dzielak BSc.Eng (Head Engineer for PowerAssembly), Makowski (Foreman forTurbine House), Polanowski MSc.Eng, (Head Engineer for Technologie), Pacewiez MSc.Eng (Head Engineer for Electrics), Duda MSc.Eng, (Automatic Engineer), M Pesek(Foreman for Mill Stations), Boryk (Expert of Centrifuges),Narzia Kiewirz (Foreman for Turbine House), Stanislaw Hubay (Foreman for Turbine House), Kisielewski (Foreman for Turbine House), Korzekoska (Technologist Engineer),Olkowez (Foreman).

Pada saat diresmikan tersebut luas konsesi “Pabrik Gula Tjot Girek” adalah 7.890 Ha, dengan penggunaan : Kebun Karet : 427 Ha, Kompleks Perumahan : 200 Ha, Perumahan di afdelimg : 100 Ha, Kompleks pabrik : 40 Ha, Dam Untuk Penampungan Air : 258 HA, Jalan, Rail Ban, Saluran Air : 125 Ha, Areal Berbukit tidak dapat dipergunakan untuk tanaman tebu : 4.240 Ha, dan Luas Areal Yang Dapat Dipakai Untuk Tanaman Tebu : 2.500 Ha.

Tenaga kerja pada diresmikan adalah 1.145 Orang dengan rincian penggunan (orang) : Pimpinan 2, Bagian TUK 26, Bagian Instalasi 378, Bagian Tanaman 122, Sub Bagian Teknik Sipil 131, Sub. Bagian Angkutan 123, Sub. Bagian Irigasi 14, Sub. Bagian Research, Sub. Bagian Mekanisasi66, Bagian. Tekhnologi 65, Bagian Umum 129, Keamanan 40, Usaha Sampingan 147, Guru Negeri 9.
Selama giling ditambah dengan tenaga musiman Tanaman : 600 orang dan Pabrik : 400 orang.


Akhir dari "Pabrik Gula Tjot Girek"



Tidak ada yang menyangka, usaha besar dengan latar belakang yang ideal dari satu sisi, serta kehati hatian dalan pengambilan keputusan ternyata tidak dapat berjalan sebagaimana diharapkan. Feasibility Study yang dikerjakan oleh Tim CEKOP dari Polandia pada 1963 dan oleh American Factors Associate dari Amerika Serikat pada 1970 ternyata meleset.


Tidak ada data yang pasti untuk dapat mengetahui alasan kenapa “Pabrik Gula Tjot Girek” ditutup. Ada beberapa keterangan, tetapi sangat diragukan keabsahannya. Yang paling banyak disebutkan adalah tingginya beban pokok penjualan gula. Tingginya BPP ini disebutkan karena kurangnya subsidi yang diberikan pemerintah terlalu kecil, sehingga mengakibatkan unit cost gula yang diproduksi tidak ekonomis.

Alasan ini rasanya terlalu lemah ; karena terutama setelah tahun 1982 pupuk urea yang sangat dibutuhkan tersedia dengan mudah dan murah. Hal tersebut dikarenakan pada tahun 1982 telah berdiri PT Pupuk Iskandar Muda di Lhok Seumawe yang hanya berjarak 35 Km dari Cot Girek.

Alasan lain adalah kondisi kemanan, hal ini juga dirasakan lemah karena posisi Kabupaten Aceh Utara dengan adanya PT PIM dan PT Arun LNG merupakan obyek vital dari pandangan keamanan, berdasarkan keterangan yang didapat area tersebut dijaga dengan ketat ; sebagai gambaran sepanjang jalan mulai dari kilometer I lintas LhokSukon menuju Cot Girek hingga Seureuke dijaga lebih dari 25 unit pos tentara. Sebagian pos berada di jalan line pipa, sebagai pasukan Pengamanan Proyek Vital Exxon Mobil(http://www.andreasharsono.net/2006/02/transmigran-jawa-dua-masa.html).

Alasan selanjutnya yang sering dikemukakan adalah kekurangan tenaga kerja terutama untuk buruh tanam dan tebang. Hal ini juga terasa kurang tepat ; karena untuk kebutuhan tenaga kerja, dibantu pemerintah dengan pelaksanaan pola transmigrasi yang diarahkan berdekatan dengan lokasi perkebunan sebagai sumber tenaga kerja.


Kalau melihat capaian produksi rasanya perlu dicermati rendahnya produktifitas baik dari bahan baku tebunya maupun capaian rendement akhir. Hasil penelitian berdasarkan capaian tanaman percobaan disimpulkan bahwa perusahaan wajib menjaga mutu bibit dengan menambah varietas dengan bibit yang diimpor. Sedangkan berdasarkan kajian American Factors Associate disimpulkan bahwa "Proyek Cot Girek merupakan proyek yang sehat dan can be made economically feasible under the assumptions and the work program recommended" . Artinya ancaman terhadap keberadaan perusahaan telah dideteksi secara dini melalui kajian yang dibuat oleh pakar dari Polandia dan pakar dari Amerika Serikat.

"Pabrik Gula Tjot Girek" akhirnya berhenti beroperasi pada 1985, setelah beberapa tahun terakhirnya dalam kondisi yang tidak sehat. Tanaman tebu dikonversi ke tanaman sawit dan sebagai unit pengolahannya didirikan sebuah Pabrik Kelapa Sawit.

Konversi tanaman kelapa sawit di Kebun Cot Girek dibiayai secara bersama oleh PTP II, PTP III dan PTP VII dengan membentuk PT. Cot Girek Baru (Persero) sedangkan untuk pembangunan PKS dibiayai oleh PTP IX sehingga namanya menjadi PKS Cot Girek PT. Perkebunan IX (Persero).



Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 6 tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996 yang dikukuhkan dengan akta pendirian Nomor 34 tanggal 11 Maret 1996 oleh Notaris Harun Kamil, SH di Jakarta, dengan modal dasar perseroan sebesar Rp. 400 milyar dan yang sudah ditempatkan dan disetor pemerintah sebesar Rp. 120 mllyar, yang kemudian telah dilakukan perubahan dengan akta Nomor : 6 tanggal 8 Oktober 2002 oleh Notaris Sri Rahayu A. Prasetyo, SH, maka sebagai tindak lanjut dari PP tersebut ; PT. Cot Girek Baru (Persero) dan PKS Cot Girek PT. Perkebunan IX (Persero) tergabung menjadi bagian dari PT Perkebunan Nusantara I (Persero).


Daftar Pustaka :
PENDJELASAN RINGKAS PABRIK GULA TJOT GIREK, Diresmikan pada tgl. 19 September 1970, BADAN CHUSUS URUSAN P.N. PERKEBUNAN 1970.

DAERAH ISTIMEWA ACEH MEMBANGUN, DEPARTEMEN PENERANGAN R.I., 19 SEPTEMBER 1978.
http://www.andreasharsono.net/2006/02/transmigran-jawa-dua-masa.html
http://www.ptpn1.co.id/


referensi .